Rabu, 11 Desember 2013

MENGENAL JEJAK LANGKAH DAN PERJUANGAN TOKOH MUHAMMADIYAH RANTING KUKUSAN....KH. M. USMAN

Mengenal  pribadi KH.M. Usman yang lahir sebagai pria yang sederhana serta sahaja adalah pribadi yang tidak sempat mengenyam pendidikan formal yang tinggi, namun dengan  keterbatasan pada saat itu  beliau  telah banyak berbuat untuk  kemajuan  masyarakat disekitarnya. Salah satu warisan  beliau adalah keberadaan Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan  oleh KH.Ahmad Dahlan.  beliau melebarkan sayap organisasi persyarikatan Muhammadiyah yang ada saat ini tumbuh dan berkembang serta menjadi landasan gerakan dalam setiap kegiatan kemasyarakatan di Kelurahan Kukusan serta tempat lainnya di Kota Depok.  Perkembangan dan kemajuaan amal usaha Muhammadiyah saat ini merupakan hasil payah beliau beserta jajaran pengurus lainnya. Dan Desa Kukusan pada saat itu yang menjadi tanah kelahiran beliau dan sekarang menjadi Kelurahan Kukusan  merupakan basis perkembangan organisasi Muhammadiyah di Kota Depok, dan Organisasi Muhammadiyah di Kukusan  merupakan cikal bakal dan berkembangnya Muhammadiyah di Kota Depok saat ini.

Bahwa sesungguhnya perjuangan beliau pada saat itu  tidaklah mudah  , dengan segala keterbatasan  sarana dan prasarana serta finansial  perjuangan beliau beserta rekan-rekan pemuda yang ada saat itu  dapat melewati masa-masa sulit yang bila diukur dengan kemampuan serta kondisi keselamatan tidak terbayangkan. Buah dari  keikhlasan serta kesabaran dari perjuangan tersebut membuahkan hasil,  yaitu hampir semua  Kelurahan di Kota Depok saat ini ada Kegiatan kemasyarakatan yang dipelopori dan dilaksanakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang meliputi kegiatan  Dakwah, Pendidikan, kesehatan, wakaf dan kegiatan lainnya.

MASA KECIL KH. M. USMAN

Beliau dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1918 di Desa Kukusan, sebuah kampung kecil saat itu masih Kecamatan Depok Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Ayahnya bernama Bapak Disan yang wafat ketika M.Usman berusia masih sangat kecil. Ibunya bernama Nebah atau sering dipanggilnya Mak Sadi. Nama Asli beliau adalah Muthalib Usman, namun kebanyakan orang lebih mengenal atau memanggil beliau M. Usman.

M. Usman yang sejak kecilnya sudah yatim tinggal bersama ibunya, dalam kehidupan yang sulit saat itu M.Usman kecil bekerja membantu ibunya di rumah. Beberapa tahun lamanya ia pun membantu mengembalakan kerbau milik seorang tetangganya bernama Pak Saji, sebagai upahnya  Usman Kecil diizinkan untuk menumpang makan di rumahnya. Kemudian  se ekor anak kerbau kecil dari Pak saji dihadiahkan kepada Usman, hal tersebut diberikan berkat  kerajinan dan kerja keras Usman bekerja mengembalakan kerbau Pak Saji beberapa tahun lamanya.

KEPRIBADIAN KH. M. USMAN 

KHM. Usman adalah sosok yang sederhana dan selalu rapih dan bersih dalam berpakian. Sejak muda sosok KHM Usman adalah pribadi yang hangat dan ramah dan bersahabat dengan siapapun dan tidak membeda-bedakan dengan usia manapun, sekalipun ada juga orang yang tidak senang kepadanya karena perbedaan pandangan dalam menjalani keyakinannya.

PENDIDIKAN

Pendidikan formal KHM Usman hanyalah kelas lima sekolah Rakyat di Lenteng Agung (SR saat itu ). Sejak kecil beliau sudah rajin mengaji yang dibimbing seorang guru yang bernama H. Kodja, karena kecakapannya dalam membaca Al-Quran seringkali ia ditugaskan menjadi asisten guru ngaji.
Disamping itu beliau sejak kecil sudah gemar membaca buku dan rajin mendatangi guru-guru agama dan mengikuti pengajian-pengajian. Dari kegiatan tersebut akhirnya bertemu dengan Bapak H. Hamidullah seorang pedagang buku agama, dan menjadi sahabat dekatnya, dari awal perkenalan tersebut dapat berlanjut, serta  dapat mengenal  guru mengaji yang bernama Bapak Ustad Mohamad Ali Al-Hamidy yang berfaham modern. dari awal kegiatan itu pula Pemuda Usman dapat berkifrah dalam menuntut pengetahuan walau bukan di pendidikan formal, serta memahami tentang pentingnya komunikasi dan organisasi.

PERKENALANNYA DENGAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH

Seringnya beliau mengikuti kegiatan dan pengajian serta bisa berkomunikasi dengan para tokoh serta guru-gurunya yang dikenal, akhirnya beliau berkenalan dengan Bapak  Al-Wahidi yang berasal dari Tomang Jakarta Selatan, dari perkenalan tersebut beliau bisa berkenalan dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah di Jakarta,   Ketika berlangsung Mu’tamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto tahun 1953, Usman hadir sebagai peninjau. Kehadiran beliau di muktamar tersebut menginspirasi dan lebih mengenal lebih dekat lagi Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh KHA Dahlan tahun 1912 di Yogyakarta. Sepulangnya dari Mu’tamar tersebut mendirikan Ranting Muhammadiyah di Kukusan yang merupakan bagian dari graup Muhammadiyah Tanah Abang Jakarta.

PENGEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI KOTA DEPOK


Sebagai Pimpinan Muhammadiyah ia mulai aktif mengisi pengajian-pengajian diberbagai tempat di Kukusan dan kampung-kampung sekitarnya. Dari kegiatan pengajian tersebut berdiri pula Ranting Muhammadiyah Serengseng dan Bojong Pondok Cina yang sekarang Ranting Pondok Cina lingkungan kawasan UI/ Margonda, dan Ranting Beji Timur . Perlahan – lahan dan mantap Muhammadiyah mulai dikenal orang. Nama M. Usman identik dengan Muhammadiyah di Depok.
Muhammadiyah berkembang ke Depok Barat, yaitu ke Rawa Denok, Cipayung, Pulo, Parung Bingung, Meruyung dan Jemblongan serta Ranting Muhammadiyah Depok Jaya.
Diawal tahun 1952 bertempat di kantor Kecamatan Depok berdiri Cabang Muhammadiyah Kecamatan Depok yang saat itu Ketuanya Bapak Kamaludin ( Camat Depok) Wakil Ketua : M. Usman, Sekretaris : Rainan, Bendahara : M. Nasir, Komisaris : Abdul Kholik ( Opas Camat Depok )
Akhir Perjalanan Seorang Tokoh
Seiring perjalanan  waktu , dan perkembangan wilayah Depok dari Kecamatan menjadi Kota Administratif dan belum menjadi Kotamadya saat itu,  dari tahun  1952  sampai tahun 1995 KHM Usman mengurus / memimpin Organisasi besar Muhammadiyah Ranting, Cabang dan Daerah di Kota Depok.
Muhammadiyah Daerah Kota Depok berdiri pada tahun 1990 dengan SK Pengesahan dari PP Muhammadiyah Nomor : 36/PP/1990 Tanggal 21 Jumadil Awal 1411 H/ Tanggal 8 Desember 1990, serta SK Pengesahan Pimpinan yang Ketuanya KHM.Usman sampai tahun 1995. Karena faktor usia pada periode berikutnya beliau melalui Musyawarah Daerah Muhammadiyah  menyerahkan estafet kepemimpinan Muhammadiyah di Kota Depok pada generasi yang lebih muda, yaitu Bapak H. Wazir Nurry dan selanjutnya proses perjalanan panjang dari eposode generasi dan periodisasi Kepengurusan Muhammadiyah saat ini diemban oleh Bapak Drs.H. Farkan AR.
Selama hidupnya KHM. Usman  tidak pernah absen mengikuti kegiatan Muktamar yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali di seluruh Indonesia, Beliau meninggal dunia tanggal 14 September 1979, dalam usia 61 tahun karena sakit. Banyak jasa dan  amal usaha yang beliau hasilkan, sarana pendidikan, sarana Ibadah,serta gerakan amal usaha lainnya, dan banyak pengalaman pahit beliau serta kenangan  manis yang beliau tinggalkan untuk kita jadikan tauladan untuk tetap eksis ber- Muhammadiyah.


SEJARAH MASUKNYA MUHAMMADIYAH DI KOTA DEPOK

Muhammadiyah masuk ke Kota Depok dirintis oleh seorang pemuda yang bernama Usman, seorang penduduk asli Kukusan yang dilahirkan pada 6 Juni 1918. Nama lengkapnya adalah Mutholib Usman, dan biasa ditulis dengan singkatan M. Usman Tetapi masyarakat lebih mengenalnya dengan panggilan Mualim Usman. Keadaan masyarakat Depok dan sekitarnya pada masa itu diliputi dengan suasana yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan dakwah Islam. Perbuatan maksiat, tipu menipu, dan perjudian seakan merupakan perbuatan yang rutin. Tahayul, bid’ah dan khurafat yang cenderung merusak aqidah, merajalela dimana-mana.
            
Bermula pada 2 April 1942, Mutholib Usman dipercayakan memimpin sebuah madrasah di Kukusan. Sebetulnya Usman pernah mengajar di madrasah tersebut beberapa tahun sebelumnya. Tetapi karena terjadinya kemelut internal di madrasah tersebut, Usman sempat dikeluarkan sebagai tenaga pengajar. Usman sempat mengembara ke Jakarta dan berusaha menyambung hidup dengan berdagang es. Sesekali ia membantu kakak iparnya sebagai tukang foto keliling. Pada waktu senggang dimanfaatkan untuk mencari tambahan belanja dengan menjadi tukang cukur rambut.

Adapun latar belakang berdirinya madrasah tersebut dapat kita lihat beberapa kejadian sebelumnya, yang sempat mewarnai kampung Kukusan yang sepi itu. Sekitar tahun 1931, karena politik ‘devide et impera’ (politik pecah belah) yang dilancarkan oleh penjajah Belanda, masyarakat kampung Kukusan pun pernah mengalami masa-masa perpecahan yang cukup serius. Perpecahan itu diawali dengan tidak diperkenankannya H. Mustofa, tokoh masyarakat di Kukusan sebelah kulon (barat) menjadi imam dan khatib di masjid satu-satunya yang ada di Kukusan kala itu. Akibatnya tokoh tersebut bermusyawarah dengan pendukung-pendukungnya dan berhasil mendirikan sebuah masjid baru di Kukusan sebelah barat. Dengan demikian Kukusan memiliki dua buah masjid, satu di Kukusan wetan (timur) dibawah pimpinan Haji Mahmud, dan satu lagi masjid baru di Kukusan sebelah kulon  (barat) di bawah pimpinan Haji Mustofa. Untuk memakmurkan masjid yang baru tersebut, Mustofa memanggil seorang guru dari jakarta bernama  Dahlan Rowi.
            
Perkembangan masjid yang baru itu cukup menggembirakan. Beberapa tahun kemudian didirikan sebuah madrasah. Dahlan Rowi ditugaskan untuk mencari seorang guru yaitu Syu’aib Wahidi, yang kemudian ditunjuk sebagai guru kepala atau kepala madrasah. Namun belum sampai setahun Syu’aib memimpin madrasah, iapun kembali ke Jakarta dan kawin disana. Bengkalai tugas yang ditinggalkan Syuaib, dilanjutkan oleh murid dan sekaligus sahabatnya bernama Mutholib Usman. Dibelakang hari diketahui bahwa Syuaib tinggal di daerah Cipedak Jakarta Selatan yang letaknya tidak jauh dari kampung Kukusan. Disana beliau mendirikan madrasah dan membentuk ranting Muhammadiyah Cipedak.
             
Melihat madrasah mulai berkembang, dahlan Rowi mendatangkan adiknya dari Jakarta bernama Ali Nahrawi yang kemudian mengambil alih kendali madrasah yang semula dipegang oleh Usman. Usman tersingkir dan terpaksa hengkang ke Jakarta,  menyambung hidup untuk membiayai keluarganya.  Tetapi di tangan Ali Nahrawi madrasah mengalami kemunduran dan kemudian bubar. Pengurus madrasah kemudian memanggil Usman kembali ke Kukusan untuk memimpin madrasah. Dengan susah payah, ia berusaha membangun kembali madrasah yang telah hancur itu, dan berhasil mendapatkan murid sebanyak sebelas orang. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 12 April 1942.
             
Perkenalannya dengan Syuaib, menyebabkan Uslam mulai mengenal faham agama yang digerakkan oleh persyarikatan Muhammadiyah. Ketika tinggal di Jkarta kerapkali ia mengikuti pengajian yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Group Tanah Abang. Ditahun-tahun berikutnya ia mulai berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Muhammadiyah jakarta. Jiwanya yang selalu haus untuk mencari ilmu pengetahuan, semakin tertarik dengan ajaran-ajaran Islam yang digerakkan oleh persyarikatan Muhammadiyah. Usman jatuh cinta pada organisasi yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan itu. Pada tahun 1938, dalam usia 20 tahun, M. Usman resmi menjadi anggota Muhammadiyah Grup Tanah Abang. Dan ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto pada tahun 1953, Usman hadir sebagai peninjau. Kehadirannya di arena Kongres Muhammadiyah ke 32 tersebut menyebabkab ia lebih mengenal lagi persyarikatan yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta itu. 
Sepulangnya dari Kongres, tepatnya pada tanggal 21 Juni 1953 ia mendirikan ranting Muhammadiyah di Kukusan dan sekaligus menjadi Ketuanya yang pertama. Ranting Kukusan, yang pada waktu itu disebut Ranting Kukusan Pondokcina, merupakan bagian dari Grup Muhammadiyah Tanah Abang Jakarta. Banyak halangan dan rintangan yang dihadapi pada awal berdirinya Muhammadiyah di Kukusan dan sekitarnya. Muhammadiyah dituduh Wahabi, kafir, maling qunut, tukang robah-robah agama dan sebagainya. Tetapi semua tuduhan dan ejekan itu dihadapi dengan senyuman dan amal karya nyata, sehingga tidak terjadi keributan fisik atau benturan fisik. Disinilah sifat dan kepemimpinan Usman teruji. Pribadinya yang santun dan tidak konfrontatif, menyebabkan sebagian lawan-lawan yang memusuhinya, berbalik menjadi pendukungnya yang setia.

Perlu dicatat, bahwa sebelum menjadi ketua Ranting Muhammadiyah, Mutholib Usman pernah menjadi Ketua Partai Politik Islam Masyumi ranting Kukusan Pondokcina (Maret1950), Ketua Masyumi Anak cabang Depok (September 1950) dan menjadi anggota PGII (Januari 1951). Pada waktu Pemilu 1955 menjadi Wakil Ketua PPS tingkat Kecamatan Depok. 


Ranting Muhammadiyah Kukusan terus berkembang. Pada tahun 1988, ranting Muhammadiyah Kukusan dimekarkan menjadi 2 (dua) ranting yaitu ranting Kukusan II dan ranting Kukusan II. Ranting Kukusan II dipimpin oleh H. Minin dan setelah beliau wafat digantikan oleh H. Ardja HM sebagai Ketua dan Naman Suryadi sebagai Sekretaris.

Saat ini boleh dikatakan bahwa Kukusan adalah basisnya Muhammadiyah di Kota Depok.





MUHAMMADIYAH DI KOTA DEPOK

Muhammadiyah di Kota Depok  telah berdiri sejak diresmikannya Cabang Muhammadiyah Kota Depok, yakni pada tanggal 30 September 1961. Tanggal tersebut berdasarkan surat pengesahan dari Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah Yogyakarta dengan Surat Keputusan (SK) Nomor: 1514/A, tanggal 19 Rabiulawal 1381 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 30 September 1961 Miladiyah.    
Depok  ketika itu adalah sebuah wilayah kecamatan yang cukup luas yang wilayahnya meliputi Depok lama, Pancoranmas, Sukmajaya, Beji, sampai Bojonggede. Kecamatan Depok pada waktu itu berada di bawah kordinasi pemerintahan Daerah Tingkat II Kabupaten Bogor Jawa Barat. 

Adapun sarana transportasi kala itu masih sangatlah jauh dari memadai. Saat itu kondidi jalan masih sangat tradisional sekali artinya hanya berlapiskan tanah yang pada saat kemarau bertahtakan debu dan bila hujan bertahtakan lumpur. Masih sangat sedikit jalan yang berbatu apalagi beraspal. Hubungan antar desa hanya dihubungkan oleh jalan tanah yang rusak disana-sini dan pada musim hujan becek serta licin, sehingga kalau kurang hati-hati akan menyebabkan kita jatuh terpeleset. 

Alat transportasi yang menghubungkan Depok dengan kota Jakarta dan Bogor yang sangat berperan saat itu adalah kereta api.  Hubungan antara desa hanya  dilakukan atau dilalui dengan sepeda atau jalan kaki. Kendaraan berupa mobil dan sepeda motor pada waktu itu masih tergolong langka. Jalan Margonda yang menghubungkan antara kecamatan Depok dan kecamatan Pasar Minggu masih parah. Pada waktu musim kemarau kotor dan berdebu. Di musim hujan becek dan berlumpur. Bahkan penggal jalan antara Pondokcina dan kecamatan Depok seperti kubangan kerbau dan sangat sulit dilalui oleh kendaraan bermotor.
        
        Kalau anda ingin berkunjung ke Depok pada sekitar enam puluhan dan maksud ingin menemui Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok dengan menumpang kereta api, janganlah anda turun di stasion Depok (Depok lama), karena dari sana anda harus berjalan kaki tidak kurang dari 6 km. Tapi turunlah di stasion Pondokcina (sebelah utara stasion Depok), dan disini anda mulai menjumpai denyut nadi dan sinar kerlipan Muhammadiyah. Tidak jauh dari stasion kereta api Pondokcina, berdiri sebuah perguruan Muhammadiyah yang sederhana. Dinding bagian bawahnya terdiri dari batu bata dan dinding bagian atasnya terbuat dari papan nama “Perguruan Muhammadiyah Cabang Depok” nampak mencolok dan sangat jelas dari kereta api yang anda tumpangi.
           
          Berjalanlah  kearah barat, setelah melewati perkebunan karet dan persawahan yang cukup luas dan sepi, anda akan tiba di sebuah kampung yang bernama Kukusan.
Di kampung Kukusan inilah Muhammadiyah Cabang Depok bermarkas, meskipun tanpa kantor dan sarana penunjang lainnya di sebuah kampung kecil yang sunyi dari keramaian. Dari Kukusan inilah Muhammadiyah mulai mengepakkan sayapnya yang kecil dengan kegigihan dan ketekunan dari para pemimpinnya. Diawali dengan berdirinya Muhammadiyah Ranting Kukusan, kemudian berdiri ranting-ranting di Serengseng (Beji Timur), dan di Bojong Pondokcina. Serengseng adalah sebuah kampung yang terletak di sebelah barat stasion kereta api Pondokcina. Sekitar tahun 1979, penduduk kampung ini dipindahkan ke lokasi yang baru yaitu Kapling Beji Timur, yang sebelumnya merupakan perkebunan karet yang cukup luas. Sedangkan lokasi Serengseng dan kampung-kampung berada di sekitarnya digunakan untuk pembangunan kampus Universitas Indonesia.
             
         Kini Depok telah berkembang pesat. Jalan-jalan beraspal berbentang di pusat-pusat kota, bahkan sampai ke pelosok-pelosok. Di sepanjang jalan raya Margonda berdiri gedung-gedung mewah dan megah berupa kantor-kantor, bank-bank, show room dan lain-lain. Bahkan hotel, apartemen mewah serta mal dan gedung-gedung pusat perbelanjaan yang megah dan modern telah hadir di sana. Dalam kurun waktu beberapa dasawarsa ini Depok bagai disulap dengan lampu aladin. Dari perkampungan kumuh yang sulit dijangkau kendaraan roda empat, menjadi daerah perkotaan yang megah dan modern. Dan kemacetan lalu lintas menjadi menu sehari-hari yang hingga saat ini belum teratasi.