Rabu, 11 Desember 2013

SEJARAH MASUKNYA MUHAMMADIYAH DI KOTA DEPOK

Muhammadiyah masuk ke Kota Depok dirintis oleh seorang pemuda yang bernama Usman, seorang penduduk asli Kukusan yang dilahirkan pada 6 Juni 1918. Nama lengkapnya adalah Mutholib Usman, dan biasa ditulis dengan singkatan M. Usman Tetapi masyarakat lebih mengenalnya dengan panggilan Mualim Usman. Keadaan masyarakat Depok dan sekitarnya pada masa itu diliputi dengan suasana yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan dakwah Islam. Perbuatan maksiat, tipu menipu, dan perjudian seakan merupakan perbuatan yang rutin. Tahayul, bid’ah dan khurafat yang cenderung merusak aqidah, merajalela dimana-mana.
            
Bermula pada 2 April 1942, Mutholib Usman dipercayakan memimpin sebuah madrasah di Kukusan. Sebetulnya Usman pernah mengajar di madrasah tersebut beberapa tahun sebelumnya. Tetapi karena terjadinya kemelut internal di madrasah tersebut, Usman sempat dikeluarkan sebagai tenaga pengajar. Usman sempat mengembara ke Jakarta dan berusaha menyambung hidup dengan berdagang es. Sesekali ia membantu kakak iparnya sebagai tukang foto keliling. Pada waktu senggang dimanfaatkan untuk mencari tambahan belanja dengan menjadi tukang cukur rambut.

Adapun latar belakang berdirinya madrasah tersebut dapat kita lihat beberapa kejadian sebelumnya, yang sempat mewarnai kampung Kukusan yang sepi itu. Sekitar tahun 1931, karena politik ‘devide et impera’ (politik pecah belah) yang dilancarkan oleh penjajah Belanda, masyarakat kampung Kukusan pun pernah mengalami masa-masa perpecahan yang cukup serius. Perpecahan itu diawali dengan tidak diperkenankannya H. Mustofa, tokoh masyarakat di Kukusan sebelah kulon (barat) menjadi imam dan khatib di masjid satu-satunya yang ada di Kukusan kala itu. Akibatnya tokoh tersebut bermusyawarah dengan pendukung-pendukungnya dan berhasil mendirikan sebuah masjid baru di Kukusan sebelah barat. Dengan demikian Kukusan memiliki dua buah masjid, satu di Kukusan wetan (timur) dibawah pimpinan Haji Mahmud, dan satu lagi masjid baru di Kukusan sebelah kulon  (barat) di bawah pimpinan Haji Mustofa. Untuk memakmurkan masjid yang baru tersebut, Mustofa memanggil seorang guru dari jakarta bernama  Dahlan Rowi.
            
Perkembangan masjid yang baru itu cukup menggembirakan. Beberapa tahun kemudian didirikan sebuah madrasah. Dahlan Rowi ditugaskan untuk mencari seorang guru yaitu Syu’aib Wahidi, yang kemudian ditunjuk sebagai guru kepala atau kepala madrasah. Namun belum sampai setahun Syu’aib memimpin madrasah, iapun kembali ke Jakarta dan kawin disana. Bengkalai tugas yang ditinggalkan Syuaib, dilanjutkan oleh murid dan sekaligus sahabatnya bernama Mutholib Usman. Dibelakang hari diketahui bahwa Syuaib tinggal di daerah Cipedak Jakarta Selatan yang letaknya tidak jauh dari kampung Kukusan. Disana beliau mendirikan madrasah dan membentuk ranting Muhammadiyah Cipedak.
             
Melihat madrasah mulai berkembang, dahlan Rowi mendatangkan adiknya dari Jakarta bernama Ali Nahrawi yang kemudian mengambil alih kendali madrasah yang semula dipegang oleh Usman. Usman tersingkir dan terpaksa hengkang ke Jakarta,  menyambung hidup untuk membiayai keluarganya.  Tetapi di tangan Ali Nahrawi madrasah mengalami kemunduran dan kemudian bubar. Pengurus madrasah kemudian memanggil Usman kembali ke Kukusan untuk memimpin madrasah. Dengan susah payah, ia berusaha membangun kembali madrasah yang telah hancur itu, dan berhasil mendapatkan murid sebanyak sebelas orang. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 12 April 1942.
             
Perkenalannya dengan Syuaib, menyebabkan Uslam mulai mengenal faham agama yang digerakkan oleh persyarikatan Muhammadiyah. Ketika tinggal di Jkarta kerapkali ia mengikuti pengajian yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Group Tanah Abang. Ditahun-tahun berikutnya ia mulai berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Muhammadiyah jakarta. Jiwanya yang selalu haus untuk mencari ilmu pengetahuan, semakin tertarik dengan ajaran-ajaran Islam yang digerakkan oleh persyarikatan Muhammadiyah. Usman jatuh cinta pada organisasi yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan itu. Pada tahun 1938, dalam usia 20 tahun, M. Usman resmi menjadi anggota Muhammadiyah Grup Tanah Abang. Dan ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto pada tahun 1953, Usman hadir sebagai peninjau. Kehadirannya di arena Kongres Muhammadiyah ke 32 tersebut menyebabkab ia lebih mengenal lagi persyarikatan yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta itu. 
Sepulangnya dari Kongres, tepatnya pada tanggal 21 Juni 1953 ia mendirikan ranting Muhammadiyah di Kukusan dan sekaligus menjadi Ketuanya yang pertama. Ranting Kukusan, yang pada waktu itu disebut Ranting Kukusan Pondokcina, merupakan bagian dari Grup Muhammadiyah Tanah Abang Jakarta. Banyak halangan dan rintangan yang dihadapi pada awal berdirinya Muhammadiyah di Kukusan dan sekitarnya. Muhammadiyah dituduh Wahabi, kafir, maling qunut, tukang robah-robah agama dan sebagainya. Tetapi semua tuduhan dan ejekan itu dihadapi dengan senyuman dan amal karya nyata, sehingga tidak terjadi keributan fisik atau benturan fisik. Disinilah sifat dan kepemimpinan Usman teruji. Pribadinya yang santun dan tidak konfrontatif, menyebabkan sebagian lawan-lawan yang memusuhinya, berbalik menjadi pendukungnya yang setia.

Perlu dicatat, bahwa sebelum menjadi ketua Ranting Muhammadiyah, Mutholib Usman pernah menjadi Ketua Partai Politik Islam Masyumi ranting Kukusan Pondokcina (Maret1950), Ketua Masyumi Anak cabang Depok (September 1950) dan menjadi anggota PGII (Januari 1951). Pada waktu Pemilu 1955 menjadi Wakil Ketua PPS tingkat Kecamatan Depok. 


Ranting Muhammadiyah Kukusan terus berkembang. Pada tahun 1988, ranting Muhammadiyah Kukusan dimekarkan menjadi 2 (dua) ranting yaitu ranting Kukusan II dan ranting Kukusan II. Ranting Kukusan II dipimpin oleh H. Minin dan setelah beliau wafat digantikan oleh H. Ardja HM sebagai Ketua dan Naman Suryadi sebagai Sekretaris.

Saat ini boleh dikatakan bahwa Kukusan adalah basisnya Muhammadiyah di Kota Depok.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar