Muhammadiyah masuk ke Kota Depok dirintis oleh seorang
pemuda yang bernama Usman, seorang penduduk asli Kukusan yang dilahirkan pada 6
Juni 1918. Nama lengkapnya adalah Mutholib Usman, dan biasa ditulis dengan
singkatan M. Usman Tetapi masyarakat lebih mengenalnya dengan panggilan Mualim
Usman. Keadaan masyarakat Depok dan sekitarnya pada masa itu
diliputi dengan suasana yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan
dakwah Islam. Perbuatan maksiat, tipu menipu, dan perjudian seakan merupakan
perbuatan yang rutin. Tahayul, bid’ah dan khurafat yang cenderung merusak
aqidah, merajalela dimana-mana.
Bermula pada 2 April 1942, Mutholib Usman dipercayakan memimpin sebuah madrasah
di Kukusan. Sebetulnya Usman pernah mengajar di madrasah tersebut beberapa
tahun sebelumnya. Tetapi karena terjadinya kemelut internal di madrasah
tersebut, Usman sempat dikeluarkan sebagai tenaga pengajar. Usman sempat
mengembara ke Jakarta dan berusaha menyambung hidup dengan berdagang es.
Sesekali ia membantu kakak iparnya sebagai tukang foto keliling. Pada waktu
senggang dimanfaatkan untuk mencari tambahan belanja dengan menjadi tukang
cukur rambut.
Adapun
latar belakang berdirinya madrasah tersebut dapat kita lihat beberapa kejadian
sebelumnya, yang sempat mewarnai kampung Kukusan yang sepi itu. Sekitar tahun 1931,
karena politik ‘devide et impera’ (politik pecah belah) yang dilancarkan oleh
penjajah Belanda, masyarakat kampung Kukusan pun pernah mengalami masa-masa
perpecahan yang cukup serius. Perpecahan itu diawali dengan tidak
diperkenankannya H. Mustofa, tokoh masyarakat di Kukusan
sebelah kulon (barat) menjadi imam dan khatib di masjid satu-satunya yang ada
di Kukusan kala itu. Akibatnya tokoh tersebut bermusyawarah dengan pendukung-pendukungnya
dan berhasil mendirikan sebuah masjid baru di Kukusan sebelah barat. Dengan
demikian Kukusan memiliki dua buah masjid, satu di Kukusan wetan (timur)
dibawah pimpinan Haji Mahmud, dan satu lagi masjid baru
di Kukusan sebelah kulon (barat) di bawah pimpinan Haji
Mustofa. Untuk memakmurkan masjid yang baru tersebut, Mustofa memanggil
seorang guru dari jakarta bernama Dahlan Rowi.
Perkembangan masjid yang
baru itu cukup menggembirakan. Beberapa tahun kemudian didirikan sebuah
madrasah. Dahlan Rowi ditugaskan untuk mencari seorang guru yaitu Syu’aib
Wahidi, yang kemudian ditunjuk sebagai guru kepala atau kepala
madrasah. Namun belum sampai setahun Syu’aib memimpin madrasah, iapun kembali ke
Jakarta dan kawin disana. Bengkalai tugas yang ditinggalkan Syuaib, dilanjutkan
oleh murid dan sekaligus sahabatnya bernama Mutholib Usman. Dibelakang hari diketahui bahwa Syuaib tinggal di daerah Cipedak Jakarta Selatan yang letaknya tidak jauh dari
kampung Kukusan. Disana beliau mendirikan madrasah dan membentuk ranting
Muhammadiyah Cipedak.
Melihat
madrasah mulai berkembang, dahlan Rowi mendatangkan adiknya dari Jakarta
bernama Ali Nahrawi yang kemudian mengambil alih kendali madrasah yang semula
dipegang oleh Usman. Usman tersingkir dan terpaksa hengkang ke Jakarta,
menyambung hidup untuk membiayai keluarganya. Tetapi di tangan Ali
Nahrawi madrasah mengalami kemunduran dan kemudian bubar. Pengurus madrasah
kemudian memanggil Usman kembali ke Kukusan untuk memimpin madrasah. Dengan
susah payah, ia berusaha membangun kembali madrasah yang telah hancur itu, dan
berhasil mendapatkan murid sebanyak sebelas orang. Peristiwa itu terjadi pada
tanggal 12 April 1942.
Perkenalannya dengan Syuaib, menyebabkan Uslam mulai mengenal faham agama yang
digerakkan oleh persyarikatan Muhammadiyah. Ketika tinggal di Jkarta kerapkali
ia mengikuti pengajian yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Group Tanah
Abang. Ditahun-tahun berikutnya ia mulai berkenalan dengan pemimpin-pemimpin
Muhammadiyah jakarta. Jiwanya yang selalu haus untuk mencari ilmu pengetahuan,
semakin tertarik dengan ajaran-ajaran Islam yang digerakkan oleh persyarikatan
Muhammadiyah. Usman jatuh cinta pada organisasi yang didirikan oleh Kyai Ahmad
Dahlan itu. Pada tahun 1938, dalam usia 20 tahun, M. Usman resmi menjadi anggota
Muhammadiyah Grup Tanah Abang. Dan ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke 32
di Purwokerto pada tahun 1953, Usman hadir sebagai peninjau. Kehadirannya di
arena Kongres Muhammadiyah ke 32 tersebut menyebabkab ia lebih mengenal lagi
persyarikatan yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di
Yogyakarta itu.
Sepulangnya dari Kongres, tepatnya pada tanggal 21 Juni 1953 ia
mendirikan ranting Muhammadiyah di Kukusan dan sekaligus menjadi Ketuanya yang
pertama. Ranting Kukusan, yang pada waktu itu disebut Ranting Kukusan
Pondokcina, merupakan bagian dari Grup Muhammadiyah Tanah Abang Jakarta.
Banyak halangan dan rintangan yang dihadapi pada awal berdirinya Muhammadiyah
di Kukusan dan sekitarnya. Muhammadiyah dituduh Wahabi, kafir, maling qunut,
tukang robah-robah agama dan sebagainya. Tetapi semua tuduhan dan ejekan itu
dihadapi dengan senyuman dan amal karya nyata, sehingga tidak terjadi keributan
fisik atau benturan fisik. Disinilah sifat dan kepemimpinan Usman teruji.
Pribadinya yang santun dan tidak konfrontatif, menyebabkan sebagian lawan-lawan
yang memusuhinya, berbalik menjadi pendukungnya yang setia.
Perlu
dicatat, bahwa sebelum menjadi ketua Ranting Muhammadiyah, Mutholib Usman
pernah menjadi Ketua Partai Politik Islam Masyumi ranting Kukusan Pondokcina (Maret1950),
Ketua Masyumi Anak cabang Depok (September 1950) dan menjadi anggota PGII
(Januari 1951). Pada waktu Pemilu 1955 menjadi Wakil Ketua PPS tingkat
Kecamatan Depok.
Ranting Muhammadiyah
Kukusan terus berkembang. Pada tahun 1988, ranting Muhammadiyah Kukusan
dimekarkan menjadi 2 (dua) ranting yaitu ranting Kukusan II dan ranting Kukusan
II. Ranting Kukusan II dipimpin oleh H. Minin dan
setelah beliau wafat digantikan oleh H. Ardja HM sebagai
Ketua dan Naman Suryadi sebagai Sekretaris.
Saat ini boleh dikatakan bahwa Kukusan adalah basisnya Muhammadiyah di Kota Depok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar